Resiko Berbahasa Asing

Pembahasan yang selalu menarik untuk di-sharing-kan karena hal ini related ke banyak orang yang menggunakan bahasa Inggris (atau bahasa asing lainnya) sebagai bahasa kedua setelah bahasa Indonesia sebagai bahasa Ibu.
~oh ya, termasuk juga bahasa daerah seperti bahasa Sunda, bahasa Jawa, bahasa Dayak, bahasa Batak, dll. Dimana bahasa daerah ini tentunya menjadi bahasa Ibu atau bahasa pertama yang kita kuasai, lalu bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu dan bahasa kedua kita, sedangkan bahasa asing seperti bahasa Inggris menjadi bahasa ketiga.~

Memangnya ada such a thing as resiko berbahasa asing? Well yes and no. Begini, kita akan melihatnya dari 2 “sudut” umum yang bisa kita amati lebih lanjut dalam interaksi sosial kita ya. Dari sisi kita yang bisa berbahasa asing, beberapa hal di bawah ini tentunya pernah kita alami:
1. Struggle untuk menghafal arti setiap kata dalam bahasa asing
2. Memastikan grammar sudah baik dan benar – terutama saat menulis
3. Mengerti setiap aturan tenses yang ada dan menggunakan pada waktunya
4. Grogi saat berbicara dengan orang asing yang berasal dari negara terkait
5. Disangka tidak mencintai bahasa Ibu sendiri karena latihan menulis atau bicara dengan bahasa asing sehari-hari
6. Enggan berbicara bahasa asing dengan sesama teman yang dianggap lebih jago karena takut akan “penghakiman” atau “pem-bully-an” yang terlontarkan
7. Masuk dalam fase fasih ketika tinggal lama (lebih dari 7 bulan) di negara dengan bahasa terkait dikarenakan penggunaan sehari-hari baik dalam bentuk lisan dan tulisan
8. Saat bahasa asing tidak lagi menjadi kegunaan dan perhatian, maka bahasa tersebut menjadi karatan dan kita pun akan struggle untuk mengingat kembali dan/atau memperlancarnya seperti sedia kala

Lalu apa resikonya kalau kita belajar bahasa asing? Dari beberapa poin di atas, bisa disimpulkan sebagai berikut:
1. Menghabiskan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk menguasai bahasa asing itu mutlak syaratnya, kecuali bahasa Ibu yang sedari dalam kandungan Ibu kita sudah mendengarnya (dan menurut penelitian hal ini terekam di bawah sadar kita). Jadi there is no such thing as  a short cut untuk menguasai bahasa asing.
2. Resiko malu dan dipermalukan pun menjadi hal yang pasti. Pasti? Iya, pasti dialami dan perlu dilalui dengan hati yang lapang, namanya juga bahasa asing. Right?  Bahasa Ibu kita saja membutuhkan waktu 12 tahun (baca: selama bersekolah dari SD sampai SMA) untuk memahami konteks dan juga penggunaan dan tidak selalu dapat nilai 100 saat latihan dan ulangan, toh? Ya kan? So persistence adalah jawabannya.
3. Belajar bahasa asing di dalam negeri membutuhkan waktu lebih lama untuk menjadi fasih ketimbang belajar bahasa asing di luar negeri atau di negara yang bersangkutan. Hal ini erat kaitannya dengan pemaparan bahasa yang kita terima setiap menit-nya. Dan konon, dalam keterpaksaan untuk menggunakan bahasa asing, diri kita akan memunculkan hormon tertentu (sorry, lagi lupa nama hormonnya apa) yang memampukan kita untuk menyerap kata-kata asing tersebut dan memunculkan keberanian kita untuk mengulangnya (baca: menggunakannya accordingly). Dalam pilihan ini, resiko mengeluarkan uang lebih banyak untuk stay di luar negeri akan menjadi resiko yang mengguntungkan (baca: secara long-term goal) untuk diambil.
4. Resiko untuk ter-balik antara penggunaan subyek, predikat, objek, dan/atau melupakan arti kata tertentu dalam bahasa Ibu pun menjadi hal yang wajar. Well, saya pun merasa guilty (as charged) menuliskan artikel ini dalam dua bahasa yang setengah-setengah. However, you got the idea, right?

Then what should we do? Langkah dan sikap seperti apa yang perlu di ambil terkait keinginan untuk mampu berbahasa asing? Berikut ini tips and trick yang bisa dilakukan dari pengalaman saya selama ini:
1. Pahami resikonya dan tetaplah fokus kepada nilai tambah dirimu yang tentunya menjadi nilai bayaran saat kamu bekerja di perusahaan internasional. Sehingga sesulit apapun tantangan yang ada untuk menguasai bahasa asing tersebut, kamu memiliki alasan untuk tidak menyerah.
2. Perbanyak moment atau cari kesempatan yang membuat dirimu berhadapan langsung dengan bahasa asing tersebut. Entah dengan mengambil kursus bahasa asing, ikut dalam komunitas atau klub bahasa asing, berkenalan dengan orang asing melalui sosial media, ikut acara-acara yang menggunakan bahasa asing tersebut, memilih liburan ke negara yang menggunakan bahasa asing ini sebagai bahasa resmi, dan hal-hal lainnya seperti menonton film bahasa asing tanpa translate-an, membaca buku-buku bahasa asing, bicara dengan orang asing di sekitar lingkunganmu, dan meminta keluargamu dan/atau sahabatmu yang sudah fasih duluan untuk menjadi partner belajar bahasa asing secara lisan maupun tulisan.
3. Beranikan dirimu untuk menulis status dan/atau apapun dalam bahasa asing yang memungkinkan kamu mendapatkan feedback dan/atau menciptakan awareness ke lingkungan sekitarmu kalau kamu sedang mendalami bahasa asing ini. Tidak perlu takut dengan koreksi ataupun bully-an yang mungkin kamu terima karena hal tersebut adalah bonus untuk membuatmu semakin menguasai bahasa asing terkait.
4. Salah banyak di saat menulis dan berbicara bahasa asing lalu mendapatkan kesempatan memperbaiki – in terms of grammar dan tenses – lebih baik daripada tidak berani salah dan tidak tahu bagaimana penggunaan yang seharusnya. So, whatever happens, keep it up and learn from it!

Last but not least, tidak ada waktu yang tepat untuk memulai belajar bahasa asing kecuali now. Dan tidak ada hal yang lebih indah selain memulainya dari posisimu sekarang dengan apa yang sudah kamu miliki selama ini.

Selamat belajar bahasa asing dan menambahkan value dalam kehidupanmu!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s